Anak Irus

Pernahkah kamu mendengar apa itu anak irus? Begini ceritanya.

Suatu sore di pasar, ketika aku dan Mae sedang berbelanja bahan untuk hidangan berbuka puasa di tahun 2013, kami bertemu seorang ibu. Pasalnya ibu ini adalah teman Mae. Mereka saling tegur sapa, namanya juga ketemu teman, ibu-ibu lagi, ya kan? 😀

Nah, begitu Ibu itu melihat ke arahku, Si Ibu langsung nyeletuk “Iki irusku, ya?” ini irus (sendok sayur) ku, ya? 

Aku melongo. Tapi aku tetap memasang senyum manis alias senyum Pepsodent, berlagak mengerti dan itu lucu. Sedangkan Mae dan Si Ibu tertawa bersama.

“Maksude mau ki apa, Mak?” Maksudnya tadi itu apa, Mak?  Tanyaku ketika kami sudah berjalan menjauh dari Si Ibu, melanjutkan hunting bahan berbuka. Maka berceritalah Mae. Pasalnya sebelum aku lahir, Mae selalu melahirkan anak berjenis kelamin laki-laki hingga berjumlah 4, padahal Mae juga ingin punya anak berjenis kelamin perempuan. Duh! Maeku ini, sudah dikasih 4 anak sama Allah kok masih minta lagi. Tapi itu harusnya disyukuri deh, kalau Mae nggak gitu bisa-bisa hidupku terancam. :-p

Kemudian, saking inginnya Mae memiliki anak berjenis kelamin perempuan, di kehamilannya yang kelima, Mae pergi menemui seorang ibu yang dikenal “pintar” di kampungku. Mae bertanya dan Ibu “pintar” itu menjawab bagaimana caranya pada kehamilan kelima ini Mae bisa melahirkan anak berjenis kelamin perempuan.

Hari berganti, minggu berlalu, Mae semakin gelisah. Ada kabar bahwa seorang temannya baru saja melahirkan, datanglah Mae bersama teman-temannya yang lain untuk berkunjung. Mendadak saja Mae menjadi sumringah ketika Mae tahu bahwa anak yang dilahirkan oleh temannya itu adalah perempuan. Ketika teman-temannya sedang berbincang-bincang dengan Ibu si bayi perempuan, tiba-tiba Mae menyelinap ke dapur milik ibu yang melahirkan itu.

Berulang kali Mae menengok ke kanan, ke kiri, dan ke belakang untuk memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya. Jantungnya berdetak semakin kencang -itu biasanya yang dialami oleh orang-orang yang mau melakukan hal-hal yang tidak-tidak. Ups!- Mae mendekati sebuah rak piring, mencari-cari dan menduga-duga. Kemudian secepat kilat Mae memasukkan sesuatu yang panjang ke dalam saku bajunya.

Bulan berjalan. Waktunya bagi Mae untuk melahirkan. Selain senang, Mae juga was-was, ‘apa jenis kelamin anakku nanti? Berhasilkah usahaku? Duh Gusti, ampuni aku’. Ya, mungkin begitulah perasaan Mae saat itu.

Lalu, cengeeeeerrrr…..!!!

Alhamdulillah, Meski kesakitan tapi Mae tertawa bahagia. Seorang bayi berjenis kelamin perempuan ditidurkan disampingnya.

‘Thank you, Gusti’. Maeku memang keren.

Beberapa hari kemudian, teman Mae yang dulu melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan berkunjung, mengucapkan selamat pada Mae. Dengan malu Mae mengembalikan apa yang diambilnya tanpa ijin dari dapur Ibu itu.

“Sorry, aku nyolong irusmu,” Sorry, aku mencuri irus (sendok sayur) mu. Bisa jadi begitu yang Mae katakan waktu itu. Ternyata Mae diminta oleh Ibu “pintar” untuk mencuri irus di rumah ibu yang melahirkan bayi perempuan agar anak yang dilahirkannya nanti berjenis kelamin perempuan. Ibu “pintar” itu memang pintar!

Itulah asal mula munculnya anak irus.

Nah bayi berjenis kelamin perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah aku. Duh Mae, sungguh besar perjuanganmu. Cium muach muach buat Maeku sayang. I luv you.

 

Tapi satu hal: Aku bertanya-tanya, sedalam apa ya saku milik Maeku waktu mencuri irus (sendok sayur) itu?