Jiwa Wanderer Melindungi Tubuh

The_Host

 

 

 

 

 

Judul: The Host. Sang Pengelana

Penulis: Stephenie Meyer

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

 

 

 

Hari Senin, 24 Januari kemarin, aku pergi ke toko buku Gramedia. Satu jam berkeliling memilih-milih buku, menimbang-nimbang buku-buku di kedua tangan. Akhirnya, aku putuskan untuk membeli buku The Host karya Stephenie Meyer.

 

Melihat cover buku ini, aku sedikit ragu, apakah Stephenie akan menghadirkan cerita yang berbeda? Atau akan menyerupai seri novel Twilight? Sebab, yang ada di kepalaku ketika melihat nama Stephenie Meyer di cover buku ini, ceritanya pasti tak jauh beda dengan novel Twilight.

 

Dan aku tak kecewa ketika membacanya. Singkat kata, aku menyukai novel The Host ini.

 

Di awal novel, aku sempat bingung dengan ceritanya, tapi itu yang aku suka, sebab itulah hal yang perlu diungkap nantinya bukan? Ketidakmengertian yang harus dicari tahu. Dan kalimat-kalimat Stephenie yang tak kumengerti di awal novel cukup membuatku penasaran.

 

Dibuka dengan penyisipan Jiwa ke tubuh bernama Melani yang para Jiwa sebut dengan Inang. Wanderer, Jiwa yang disisipkan ke tubuh Melani yang telah melalui 8 dunia, mengalami frustasi karena Melani masih hidup di kepalanya dan menolak pergi. Keduanya bermusuhan di satu kepala.

 

Wanderer semakin frustasi ketika Melani menghadirkan ingatan-ingatan tentang lelaki dan adik yang dicintainya, membuat Wanderer merasakan cinta yang sama.

 

Tapi, buku ini tidak melulu hanya menceritakan mengenai cinta pada pasangan, tetapi juga cinta pada ‘tubuh’, kepercayaan, perjuangan dan pengorbanan. Membuatku menyadari betapa berharganya tubuh yang aku miliki sekarang dan betapa bodohnya aku yang tak menjaga benar-benar tubuh ini.

 

Meski di awal-awal aku cukup terganggu membaca karena mendadak ingatan-ingatan Melani dimunculkan, tapi kelamaan itu justru menjadi salah satu yang dinantikan. Menurutku, Stephenie berhasil menarik kita masuk ke dalam ceritanya. Alurnya enak dibaca dan aku suka dengan awal yang membingungkan di novel The Host ini.

 

Sayangnya, penyerbuan Jiwa untuk menguasai kepala manusia di bumi tak digambarkan dengan detail dan rinci. Ini membuatku masih bertanya-tanya sampai sekarang. Aku juga kurang sepakat di bagian Pencari Wanderer yang tertangkap, tak ada ketegangan dan keseruan disini. Ia dapat dilumpuhkan dengan mudah. Terasa datar saja. Padahal, tadinya aku mengharapkan perlawanan yang lebih menegangkan. Membuatku lebih tertarik dengan percakapan Melani dan Wanderer.

 

Buku ini patut dibaca, sebab tak hanya mengajak kita berkelana, tapi juga tanpa sadar masuk perenungan baru mengenai ‘tubuh’.