Pergi Sajalah

Kamu menjadi pemarah akhir-akhir ini. Hal kecil pun bisa menyulut amarahmu. Bahkan ketika aku dalam keadaan sakit, amarah itu tidak surut, kamu masih sekeras itu. Aku bertanya-tanya, dari mana datangnya sikap barumu itu?

Aku menundukkan kepalaku, memejamkan mata, mengatur nafas, dan menghitung 1 sampai 10 berkali-kali hingga pernafasanku kembali normal.

Aku yang salah? Atau kamu yang salah? Atau kita berdua yang salah? Kurasa akan lebih baik jika kita hentikan saling menuding, saling mencari kesalahan satu sama lain.

Aku sedang berusaha meredam kesakitan dan respon dari kemarahamanmu, tidakkah lebih baik kamu juga berusaha untuk meredam amarahmu?

Kenapa kita seperti ini? Karena kita terlalu lama bersama? Karena kita sudah tidak cocok? Karena aku dan kamu sedang sama-sama lelah saat ini? Atau sebetulnya kita hanya butuh berjarak?

Kamu, lelaki yang kukenal hampir 6 tahun yang lalu, bukankah ada lebih banyak cara dan sikap yang lebih baik dari bentakan?

Kamu, lelaki yang kucintai hampir tiada henti, mari diam sejenak dan saling menatap satu sama lain, adakah kita ingin saling menyakiti?

Kamu, lelaki yang sudah kutahu buruk baikmu, tidakkah ketika kamu menyentuh pipiku, rasa sayangmu memudarkan amarahmu?

Kamu, lelaki yang tiada lelaki lain seperti dirimu, mari berjarak jika itu yang kita butuhkan. Mari saling membalikkan badan satu sama lain dan mengambil jalan yang berbeda jika itu yang kita perlukan. Pergilah jika itu bisa membuatmu lebih tenang.

Kemudian, setelah semua itu, kembalilah. Kembali padaku. Kembali ke rumah kita. Sebab kau tahu, apa pun yang terjadi, bagaimana pun sikapmu, sekeras apa pun dirimu, sesakit apa pun aku, semarah apapun aku, aku akan terus kembali mencintaimu.

Jadi, pergilah. Lalu kembali. Aku menunggumu.

 

11 September 2015