Pramoedya Ananta Toer dan Perempuan

Kemarin, ketika saya membaca artikel yang berjudul Perempuan: Tema Imajiner atau Fakta di Majalah Mata Baca (Vol.1/No.3/Oktober 2002), saya menemukan ungkapan yang menyatakan bahwa ‘Pramoedya Ananta Toer adalah satu dari begitu banyak pengarang yang dalam hampir semua karyanya menampilkan “ketokohan” perempuan dan begitu “dominan”-nya perempuan dalam pergerakan kemasyarakatan di Indonesia’. Mendadak saya penasaran dan mencoba mengingat tokoh-tokoh perempuan yang pernah saya baca di beberapa novel beliau, di antaranya: (1) Nyai Ontosoroh dalam novel Kwartet Roman Pulau Buru (1980-1988), (2) Aku dalam novel Gadis Pantai (1987), (3) Calon Arang dalam novel Cerita Calon Arang, dan (4) Ken Dedes dalam Novel Arok Dedes (1999). 

Setelah selesai mengingat semua tokoh perempuan dalam novel Pramoedya Ananta Toer yang pernah saya baca, saya merasa perlu membaca satu lagi buku karyanya. Jadi, saya mencari di Perpustakan Gelaran Indonesia Buku dan menemukan novel berjudul Midah, Simanis Bergigi Emas (1954). Malam itu juga saya habiskan malam membaca tuntas buku tersebut.

Dan memang, dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer, peranan perempuan bukan sekadar “emansipasi” wanita melainkan “pencerahan masyarakat luas (khususnya Jawa)*. Sebagai perempuan, saya merasa tersanjung sekaligus malu. Tersanjung karena lewat tulisan-tulisannya, beliau menjunjung perempuan dan begitu mengerti perempuan; dan malu karena saya sebagai perempuan belum melakukan apa pun untuk kaum saya sendiri: perempuan.

Karena membaca sebuah artikel di sebuah majalah, saya baru memahami bahwa perkataan persamaan gender bukan melulu membahas perempuan yang harus sama dengan lelaki, tetapi juga mengenai kejuangan perempuan dalam masyarakat.  Bagaimana kalau saya tidak membaca artikel tersebut? Mungkin saya tidak akan pernah mengerti bahwa kejuangan perempuan dalam masyarakat itu tidaklah sepele.

 

*Dikutip dari  artikel Perempuan: Tema Imajiner atau Fakta di Majalah Mata Baca (Vol.1/No.3/Oktober 2002)